Sabtu, 24 September 2011

Matrealisasi Dunia Pendidikan

Pendidikan . Semua orang wajib mendapatkannya. Itu adalah hak manusia. Hal itu juga dikatakan oleh pemerintah Indonesia melalui UU bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang diwajibkan saat ini adalah 9 tahun meliputi SD dan SMP. 

Orang Indonesia memang cerdik. Mungkin ini adalah salah satu keberhasilan wajib belajar 9 tahun tersebut. Pendidikan yang semestinya dijadikan tempat mewariskan ilmu malah dijadikan lahan bisnis oleh oknum-oknum yang haus materi. Contoh yang nyata adalah ketika saya SMA dulu, teman saya melihat daftar harga buku. Disana tertulis bahwa harga buku Rp 11.000, namun guru kami menjualnya dengan harga Rp 13.000. Berarti sekolah mengambil laba Rp 2.000. Jumlah murid sekolah saya waktu itu adalah sekitar 1000 siswa. Apabila dihitung dengan asumsi semuanya membeli buku berarti sekolah telah mendapat laba sekitar Rp 2.000.000. Itu adalah laba dari penjualan 1 buku, sedangkan buku yang dijual saat itu adalah sekitar 10 buku yang berarti sekolah mendapat laba Rp 20.000.000. 

Hal tentang pengambilan laba dari penjualan buku itu mungkin bisa disangkal sekolah untuk biaya kirim dan lain-lain. Saya masih memiliki contoh lain dan kali ini di dunia kampus saya. Untuk nama baik kampus saya tidak menyebutkan namanya. Ketika itu ada dosen mata kuliah agama saya yang mewajibkan mahasiswanya untuk membeli buku hasil karangannya dengan rekan-rekan sesama dosen. Beliau mewajibkannya. Dan ketika saya memilih meminjam kepada teman saya yang sudah senior, saya mendapatkan nilai D di salah satu tugas saya. Padahal saya mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin. Ketika saya komplain dengan nilai tersebut, beliau beralasan bahwa saya dianggap mencontek karena buku yang saya miliki adalah buku pinjaman. Padahal buku pinjaman saya itu bersih tanpa ada bekas coretan jawaban. Saya dan teman-teman yang bernasib sama terus mendesaknya tetapi beliau tetap memberi kami nilai D meskipun ia sendiri sudah tidak tahu harus beralasan apa lagi.

Hal-hal yang menyangkut laba sebaiknya tidak dilakukan di area pendidikan mengingat tidak semua siswa adalah orang yang berkecukupan. Apalagi mahasiswa yang seharusnya memiliki kebebasan dalam menentukan referensi buku. Wajib memiliki mungkin bisa diterima, tapi wajib membeli itu pencekikan. Kalau ingin mengambil laba, jadi saja pedagang jangan jadi guru. Ini dunia pendidikan, tempat transfer ilmu bukan area perdagangan atau pemaksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar